Rabu, 24 Juni 2009

Pendidikan Alat Politik, Pendidikan Alat Klas

Tidak ada jaminan atas Pekerjaan bagi Pemuda Mahasiswa.
Tetapi itu juga tidak menjawab problem masa depan pemuda mahasiswa di Indonesia ,ini bisa dilihat dari jumlah angka pengangguran terdidik yang kian meningkat. Pada tahun 2006 pengangguran lulusan SLTA/SMK, D3 dan S1 mencapai 4.516.100 orang, khusus untuk D1,D2, dan D3 sebanyak 519.000 orang, sedangkan untuk jenjang S1 sebanyak 740.206 orang, atau meningkat menjadi 7,02 persen dari agustus 2006 yang jumlah pengangguran terdidik sebanyak 673.628 atau 6,16 persen. Kenaikan ini sebenarnya sudah terjadi dari tahun 2003. Bahkan untuk pengangguran setengah terbuka yaitu yang bekerja di bawah 35 jam perminggu jumlahnya pada februari 2007 mencapai 1,4 juta jiwa, naik 26 persen dari februari 2006.
Tentu ini adalah sebuah keniscayaan bagi negeri yang diperintah rejim boneka seperti Indonesia, dimana masa depan pemuda baik untuk mendapat pekerjaan ataupun mengakses pendidikan secara bebas tidak akan mungkin terjadi. Sekalilagi ini menjelaskan kepentingan dari imperialisme atas sumber-sumber tambang, pasar dan tenaga kerja/produktif di Negara koloninya. Sekali lagi dimana pendidikan akan diletakan sebagai alat untuk menjamin suplai tenaga buruh murah, tetapi dalam aspek lainnya pendidikan akan menjadi alat untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, tentu syaratnya adalah bagaimana melakukan komersialisasi pendidikan, sekaligus menumpulkan taraf kebudayaan rakyat sampai pada tahap paling rendah untuk menjamin kekuasaan dan dominasi imperialisme dan feudalism tetap kuat.
Inilah kenapa kita harus menuntut jaminan pendidikan dan lapangan pekerjaan bagi pemuda mahasiswa, jaminan atas pendidikan akan memberikan harapan bagi tenaga-tenaga produktif Indonesia mengembangkan kemampuan dan taraf kebudayaannya, dengan arahan tentu adalah berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan di Indonesia, sehingga tidak ada lagi kemiskinan dan kebodohan yang selama ini menjadi musuh utama rakyat Indonesia. Ini dapat dicapai jika ada jaminan akses pendidikan yang luas, baik lewat alokasi anggaran yang besar (minimal 20%), atau dengan memberikan jaminan pendidikan murah dan terjangkau.
Sedangkan jaminan lapangan pekerjaan tentu adalah bagaimana pemuda mahasiswa dapat menikmati pekerjaan yang layak, hal ini hanya dapat di lakukan jika ada industri yang memang menjadi milik rakyat dengan pengelolaan oleh Negara, tanpa ada lagi politik upah murah atau outsourching.
Sedangkan kedua hal tersebut terjamin bisa berjalan jika syarat utamanya yaitu reforma agraria sejati dijalankan. Tetapi hal ini mustahil akan dijalankan oleh rejim boneka anti rakyat seperti SBY-Kalla, karena jika reforma agraria sejati dijalankan artinya akan melikuidir semua kekuatan imperialisme dan feudalism yang ada di Indonesia, termasuk didalamnya adalah modal-modal asing yang berkembang lewat berbagai perusahaan dan tambang di Indonesia karena akan diambil dan diabdikan untuk rakyat. sebegitu juga tanah-tanah yang kepemilikannya akan ditata kembali tanpa monopoli dengan prioritas utama kaum tani, sehingga hal ini akan mengancam kedudukan para tuan-tuan tanah.
Sehingga reforma agraria sejati hanya dapat dilakukan oleh perjuangan segenap rakyat Indonesia, yang menumpukan kepemimpinan pada aliansi kelas buruh dan tani. Sehingga tidak ada alasan apapun bagi pemuda mahasiswa untuk tidak berjuang bersama buruh dan tani, karena hakekatnya keberhasilan atas jaminan lapangan pekerjaan dan pendidikan terletak pada keberhasilan pada perjuangan demokratis nasional yang didalamnya ada bagaimana reforma agraria dapat terwujud. Jadi inilah saat pemuda mahasiswa meneriakan, slogan perjuangan” pemuda mahasiswa berjuang bersama rakyat”.

Minggu, 21 Juni 2009

Dan Pendeta Yahudi itu pun Bersyahadat

Seminggu menjelang Ramadan lalu, kelas the Islamic Forum nampak lebih ramai dari biasanya. Mungkin karena banyak di antara muallaf itu ingin lebih mendalami puasa, baik dari segi hukum-hukum yang terkait maupun makna-makna hakikat dari puasa itu. Hampir semuanya wajah lama atau murid-murid lama, baik muallaf maupun non Muslims, yang telah mengikuti diskusi Islam di forum tersebut lebih dari 3 bulan. Tapi nampak juga beberapa wajah yang belum aku kenali sama sekali.

Salah satu wajah baru itu adalah seorang pria putih dengan janggut pendek yang terurus rapih. Duduk di pinggiran ruangan, dan nampak memperhatikan dengan seksama tapi terlihat cuwek. Aku sangka bahwa orang ini adalah seorang Muslim karena wajahnya mengekspresikan persetujuan dengan setiap poin yang kusebutkan siang itu. Tapi, nampak dingin dan sepertinya tidak nampak bahwa dia tertarik dengan penjelasan saya itu.

Saya memang memulai penjelasan saya dengan sejarah puasa kaum-kaum terdahulu. Merujuk pada kata-kata “kamaa kutiba ‘alalladzina min qablikum” (sebagaimana telah diwajibkan atas kaum-kaum sebelum kamu), saya kemudian merujuk kepada beberapa fakta sejarah puasa umat-umat terdahulu, termasuk kaum yahudi. Di saat saya intens menjelaskan ayat ini, tiba-tiba dia tersenyum dan mengangkat tangan.

“Yes Brother!” sapa saya. “Can I say something?” tanyanya. Tentu dengan senang saya menyetujuinya. Dia kemudian meminta maaf karena tiba-tiba masuk ke kelas ini tanpa permisi. “I feel I did some thing impolite”, katanya. “Oh no, this forum is open for every person, and doesn’t require any registration. You are in the right place on the right time”, jawabku.

“What did you want to say Brother? But let me ask you first, what is your name?”, tanyaku. “Sorry, I am Shimon!”, jawabnya.

Dia kemudian menjelaskan puasa dari perspektif Yahudi. Dengan sangat lancar dan seolah berceramah dia bersungguh-sungguh menjelaskan sejarah dan makna puasa dari pandangan ajaran Yahudi. Mendengarkan penjelasan itu, hampir semua yang hadir terkejut. Melihat situasi itu, sayapun bertanya: “Sorry Brother, are you a Muslim or not? And why do you know a lot about Judaism?”.

Sedikit gugup dia kemudian mengatakan: “Imam, actually I am a Rabbi. I was ordained Rabbi two years ago”. Mendengarkan penjelasannya itu rupanya membuat banyak peserta ternganga. Baru pertama kali kelas the Forum for non Muslims ini ditangani seorang Rabbi (pendeta Yahudi). Apalagi dalam penjelasannya tentang puasa itu seperti mendakwahkan ajarannya. Sehingga wajar kalau ada yang curiga kalau-kalau dia datang untuk sebuah misi.

Saya kemudian menyapah dengan ramah dan mengatakan: “Welcome to our class sir!”. Tapi untuk menenangkan para peserta saya menyampaikan kepadanya bahwa saya sudah seringkali terlibat dialog dengan pendeta-pendeta Yahudi, seraya menyebutkan beberapa Rabbi senior di kota New York . Mendengarkan nama-nama itu, rupanya cukup mengagetkan bagi dia. “All those are very respectful Rabbis!” katanya. “Yes, I am fortunate to have known them and be known by them!” kataku.

Saya kemudian menyampaikan terima kasih atas penjelasan-penjelas annya mengenai puasa di agama Yahudi. “It’s almost similar to ours. The only thing that you guys keep changing it throughout the history”. Mendengar itu, nampaknya dia setuju dan hanya mengangguk.

Saya kemudian melanjutkan penjelasan saya mengenai hukum-hukum puasa. Murid-murid muallaf, dan bahkan non Muslim yang hadir hari itu memang ingin tahu bagaimana menjalankan ibadah puasa. Tanpa terasa, penjelasan mengenai puasa itu memakan waktu lebih 2 jam. Akhirnya tiba sesi tanya jawab.

Rupanya tidak terlalu banyak hal yang ditanyakan oleh peserta dan waktu masih ada sekitar 45 menit. Maka kesempatan itu saya pergunakan untuk menjelaskan agama dan umat Yahudi dalam perspektif Al-Quran dan sejarah. Bahwa memang Al-Quran menyinggung secara gamblang sikap orang-orang Yahudi terdahulu, mulai sejak nabi Ya’kub hingga nabi-nabi kaum Israil lainnya, termasuk umat nabi Musa A.S.

Sejarah pergulatan politik, agama, kultur dan budaya antara kaum Muslimin dan kaum Yahudi di Madinah, termasuk bagaimana awal terbentuknya Piagam Madinah. Saya kemudian menjelaskan bagaimana toleransi Rasulullah S.A.W di Madinah dengan fakta-fakta sejarah yang akurat. Bagaimana Umar bin Khattab memberikan keluasan bagi kaum Yahudi untuk kembali menetap di Jerusalem setelah diusir oleh kaum Kristen. Bagaiman penguasa Islam di Spanyol memberikan “kesetaraan” (equality) kepada seluruh rakyatnya, termasuk kaum Yahudi. Bahkan bagaimana penguasa kaum Muslim di bawah Khilafah Utsmaniyah menerima pelarian Yahudi dari pengusiran dan “inquisasi Spanyol” kaum Kristen di Spanyol.

Penjelasan-penjelas an saya itu rupanya tidak bisa diingkari oleh Shimon. Rupanya mereka juga tahu fakta-fakta sejarah itu. Bahkan sebenarnya kebanyakan buku-buku sejarah toleransi Islam kepada umat Yahudi itu justeru ditulis oleh mereka yang non Muslim dan bahkan mereka yang beragama Yahudi sendiri. Saya bahkan mengutip pernyataan Kofi Annan, mantan Sekjen PBB, dalam sebuah acara interfaith di PBB tahun lalu.

Tanpa terasa 30 menit berlalu. Di akhir-akhir pertemuan itu, tiba-tiba Shimon sekali lagi dengan tatapan mata yang nampak acuh, mengangkat tangan. “Yes Brother, any comment?”, pancingku. “Yes, I think what you just said, for us Jews, are well known”, katanya. Dia kemudian berbicara panjang lebar mengenai upaya penyembunyian fakta-fakta sejarah itu. Dan pada akhirnya dia mengakui bahwa bagi mereka yang murni masih mengikuti ajaran Yahudi seharusnya percaya kepada risalah terakhir dan nabinya.

Saya kemudian memotong pembicaraan Shimom, seraya bercanda: “If so, do you consider yourself a genuine Jew or not”. Dia sepertinya tertawa, tapi nampaknya karena kepribadian dia yang memang kurang tersenyum dan nampak seperti cuwek, dia menjawab: “To be honest with you, I believe that this is the religion of Moses”. He came with the same mission that Mohamed brought around 15 centuries ago”, tegasnya.

Tanpa menyia-nyiakan kesempatan itu, saya tanya lagi: “So you believe that Mohammed is a messenger and prophet of God and his teaching is the true teaching of God?”, tanya saya. Dengan tenang dia menjawab: “I am sure about that. But I really don’t know what to do”.

“Brother Shimon”, basically you are a Muslim. What you need to do is simply you need to formalize your faith with the presence of witnesses”, jelasku.

Mendengarkan itu, dia nampak tersenyum tapi melihat raut wajahnya dia sepertinya cuwek. Tapi karena sejak awal memang demikian, saya yakin bahwa cuwek itu bukan berarti tidak serius, tapi memang itulah kepribadiannya. Tiba-tiba dia bertanya: “And how to do that?”. Saya menengok pada peserta lainnya yang juga ikut senang mendengarkan percakapan itu, lalu menjawab: “Brother, it’s very easy. What you need to do right know is that you must confess that there is no god worthy of worship but Allah, and that Muhammad is His Prophet and Messenger. Are you ready?” tanyaku.

Setelah dengan mantap menjawab “yes”, saya kemudian mengatakan kepada peserta lainnya yang hampir semuanya muallaf, “be witnesses for Allah!”. Maka, dengan suaranya yang lantang, Rabbi Shimon resmi mengucapkan “Syahadaaten”, diikuti kemudian oleh pekikan takbir para peserta Forum Islam yang kebanyakan wanita itu. Dan Ramadan kemarin adalah awal Ramadan baginya dengan puasa penuh secara Islam.

Kemarin siang, Sabtu 27 Oktober, setelah kelas selesai, Shimon mendekati dan berbisik: “I don’t know if this is an appropriate question to ask”, katanya. “What is that?”, tanyaku. “Who was that lady sitting to your right side, and is she married?”, tanyanya. “Why is the question?” tanyaku lagi. “I think it is the time for me to be serious in my life. I need a wife”, katanya serius.

“Ok Brother Shimon. I really forgot whom that you are talking about. But let me know next week”, jawabku. “Sorry Imam if that is considered inappropriate to ask”. “Oh not at all. It is in fact an important thing to ask. And believe me, it is also my responsibility to help you in this regard. We will talk next Saturday about it”, kataku sambil meninggalkan kelas.

Alhamdulillah, semoga mantan pendeta Yahudi ini dikuatkan dan dan dijadikan da’I yang tangguh bagi kebenaran di masa depan. Amin!

(M. Syamsi Ali, penulis rubrik “Kabar Dari New York” di www.hidayatullah.com)