Selasa, 26 Mei 2009

Seminar Politik bersama Prof Eko Prasodjo

Pemilihan Umum atau biasa dikenal dengan istilah Pemilu merupakan instrument demokrasi yang mestinya ada dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi. Dalam sistem pemilu di Indonesia, rakyat memilih wakil-wakilnya atau sekarang lebih dikenal dengan sebutan calon legislatif (caleg) untuk menjalankan roda pemerintahan. Pemilu menurut para pakar sosiologi adalah social choice dimana itu adalah hak yang tidak boleh dipaksakan.
Namun dalam suatu sistem pasti memiliki kelebihan dan memiliki pula kelemahan. Sedang dalam demokrasi sendiri, kelemahannya adalah pilihan masyarakat tergantung oleh pilihan / suara yang terbanyak. Sehingga akan tercipta suatu keadaan dimana kekuasaan dan harta memegang penting peran dalam mempengaruhi suara pemilih.
Sebuah statement dikeluarkan oleh Pof. Eko Prasojo, bahwa kebangkitan Indonesia ini akan tercermin pasca pemilu 2009 nanti yang tinggal menghitung hari. Berikut dipaparkan oleh Prof. Eko dalam sebuah diagram.
Jadi menurut Prof. Eko Prasojo, kebangkitan Indonesia akan terwujud apabila partisipasi masyarakat dalam hal menggunakan hak pilihnya dalam pemilu nanti sangat berpengaruh, namun bukan sembarang pilih, tapi masyarakat sebelum memilih juga turut aktif memberi pengawasan dan pengontrolan atas para calon-calon wakilnya kelak yang akan dipilihnya. Prof. Eko juga menambahkan bahwa control masyarakat tidak berhenti lantaran kedaulatan telah diserahkan mandatnya kepada para wakil-wakilnya, namun masyarakat juga aktif mengontrol mereka-mereka yang menjadi wakil-wakilnya.
Kemudian dalam hubungannya antara hubungan sosial ekonomi dengan demokrasi yang dikutip dari buku karangan JS Mill & RA Dahl, bahwa ketimpangan sosial ekonomi merupakan halangan utama dan terbesar bagi terwujud baiknya demokrasi dan persamaan politik dalam suatu negara. Sebagai contoh adalah Singapura. Ketika PM Lee Kuan Yew memulai tampuk kepemimpinannya, ia bertanya kepada masyarakat Singapura. Manakah yang harus didahulukan, apakah pembangunan ekonomi ataukah politik. Dan ketika itu rakyat singapura memilih pembangunan ekonomi. Alhasil rentang beberapa kurun waktu seiring dengan mantapnya perekonomian Singapura, maka perpolitikan di Singapura pun mantap dan disegani banyak negara.
Ketika orde baru (orba) yang dipimpin oleh Alm. Soeharto, pembangunan nasional menitikberatkan pada pembangunan pada sektor ekonomi dan sosial, namun tanpa transparansi yang memadai, sehingga banyak penyelewengan atas pembangunan tersebut. Sehingga ketika reformasi digulirkan oleh mahasiswa pada tahun 1998, arah pembangunan pun berubah ke pembangunan demokrasi dan politik. Namun ada satu hal yang menarik dan perlu dicatat, yaitu adalah tensi / tekanan politi pada era orba dan reformasi ini, lebih besar daripada tensi / tekanan ekonomi. Sehingga rakyat lebih tertekan karena kekuatan kepentingan politik daripada desakan ekonomi.
Kembali kepada permasalahan pemilu. Menurut Prof. Eko, bahwasanya pemilu adalah sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat untuk memilih wakilnya di lembaga negara agar untuk mencapai tujuan-tujuan negara, yang dalam hal ini tujuan negara Indonesia sudah termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV yang berbunyi memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut andil bagian dalam kegiatan perdamaian dunia.
Dalam pemilu di Indonesia, terbagi dalam dua kategori, yaitu memilih wakil di parlemen dalam badan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan memilih calon presiden dan wakil presiden. Sedangkan beberapa lembaga tinggi negara, yang ada di Indonesia saat ini adalah :
• Majelis Permusyawaratan Rakyat / MPR
• Dewan Perwakilan Rakyat / DPR
• Dewan Perwakilan Daerah / DPD
• Mahkamah Konstitusi / MK
• Mahkamah Agung / MA
• Badan Pemeriksaan Keuangan / BPK
• Presiden
Sebagai tambahan adalah sistem ketatanegaraan di dunia ini terbagi dalam dua kelompok, yaitu unicameral dan bicameral. Unicameral adalah sebuah sistem ketatanegaraan dimana parlemen merupakan satu-satunya lembaga perwakilan rakyat yang dipilih rakyat untuk mewakili fungsi legislatif. Sedangkan bicameral adalah sistem ketatanegaraan dimana ada parlemen bukanlah satu-satunya lembaga yang dipilih oleh rakyat. Dan di Indonesia memakai sistem bicameral ini.
Kemudian tentunya kita harus mengetahui kedudukan dan wewenang dari masing-masing lembaga tinggi negara tersebut, agar kita semakin paham dan tahu akan seluk beluk ketatanegaraan yang dianut oleh negara kita.
Yang pertama adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat / MPR. Kedudukan dari MPR antara lain adalah :
 Anggota MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD
 Dapat melakukan sidang jika setengah atau lebih dari jumlah anggotanya menyetujui.
Sedangkan wewenang MPR adalah :
 Memberhentikan presiden atau wakil presiden
 Merubah Undang-Undang Dasar
 Mengesahkan hasil pemilu
 Membubarkan partai politik
 Mengangkat sumpah presiden atau wakil presiden
Kemudian yang kedua adalah kedudukan dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat / DPR. Antara lain yaitu :
 Merancang dan membuat Undang-Undang
 Melakukan pengawasan terhadap pemerintah
 Menetapkan RAPBN menjadi APBN
 Memilih 3 hakim di Mahkamah Konstitusi
 Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan
 Memilih anggota KPU, KPK, …
Yang berikutnya adalah Dewan Perwakilan Daerah, yang memiliki kedudukan dan wewenang sebagai berikut :
 Menjadi “kamar kedua’ dari struktur parlemen
 Memiliki hak untuk mengajukan dan ikut membahas Undang-Undang, namun sebatas pada UU yang berhubungan dengan kedaerahan, semisal UU Perda, UU Pemanfaatan SDA, UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, dll.
 Secara umum hak anggota DPD bersifat konsultatif
 Setiap propinsi terdapat 4 wakil DPD yang mengajukan diri secara personal, bukan atas dukungan parpol.

Yang berikutnya lagi adalah Mahkamah Konstitusi / MK. Hakim dari Mahkamah Konstitusi terdiri dari 9 hakim yang dipilih oleh 3 lembaga yang berbeda, yaitu 3 hakim yang dipilih oleh DPR, 3 hakim yang dipilih oleh MA, dan 3 hakim terakhir dipilih oleh presiden. Sedangkan wewenang dari MK sendiri yaitu adalah :
 Menguji kesesuaian UU dengan UUD 1945 atas permohonan seseorang
 Memutus perkara hasil pemilu
 Memutus perkara konflik lembaga negara
Menurut pendapat Prof Eko, keberadaan MK ini sebenarnya adalah sebuah fakta atas sebuah “defisit demokrasi” dimana seharusnya lembaga MK ini tidak perlu ada. Kenapa? Karena MK bisa membatalkan / mencabut UU yang sudah disahkan oleh DPR jika menurut hakim MK, UU tersebut kontradiksi dengan UUD 1945. Namun beliau menambahkan bahwa MK ini sangat dibutuhkan di negara-negara dimana demokrasinya masih kacau balau.
Berikutnya adalah presiden. Dasar pertimbangan pemilihan presiden dan wakilnya dengan cara langsung (langsung dipilih oleh rakyat, ed) adalah :
• Presiden terpilih memiliki mandat dan legitimasi yang kuat karena dipilih langsung oleh rakyat
• Presiden tidak terikat dengan konsesi-konsesi partai-partai / faksi-faksi politik
• Sistem ini lebih akuntabel karena rakyat tidak harus menitipkan suara kepada MPR
• Kriteria dasar pemilihan ditentukan langsung oleh rakyat
Ada yang harus digaris bawahi dalam hal ini, yaitu peran partai politik untuk pembangunan perpolitikan bagi rakyat. Sesungguhnya partai politik memiliki tiga fungsi utama, yaitu pertama, memberikan pendidikan politik kepada masyarakat; kedua, mengkalkulasikan kepentingannya; dan ketiga adalah mengintegrasikan kepentingannya untuk kepentingan rakyat. Namun sejauh pengamatan Prof Eko tidak ada atau mungkin belum ada yang melaksanakan fungsi-fungsi tersebut. Nah, yang menjadi fenomena controversial adalah munculnya calon-calon wakil rakyat yang berasal dari kalangan artis / selebriti yang notabene-nya sudah popular. Sedangkan sudah atau belumnya mereka mendapatkan pendidikan politik oleh parpol pendukungnya masih dipertanyakan. Lalu, bagaimana mau memperjuangkan kepentingan rakyat, jika calegnya tidak diberi pendidikan perpolitikan?
Berikutnya adalah permasalahan yang paling krusial dari sistem perpolitikan di Indonesia. Sebenarnya apa sih permasalahan atau problem yang terjadi sehingga menghambat pembangunan perpolitikan di negeri ini. Berikut adalah faktor-faktor yang menyebabkannya.
• Sistem presidensiil tidak optimal, karena sistem ini menjerumus pada semua kebijakan presiden tergantung pada parpol pendukung presiden
• DPR tidak memiliki check & balance yang kuat terhadap presiden
• DPD tidak efektif, bahkan cenderung tidak berfungsi alias mubadzir
• Parpol tidak melakukan fungsi yang seharusnya
• Keberadaan MPR menimbulkan pertanyaan, karena anggotanya adalah anggota dari DPR dan DPD. Prof Eko member usul agar MPR tidak bersifat permanen, namun bersifat joint session semata ketika ada permasalahan incidental yang perlu diselesaikan oleh fungsi MPR
• Biaya pemilu dan pilkada sangat mahal
• Tensi politik sangat tinggi dalam pemerintahan (arisan tender, ed) dimana ketika pemilu sang calon diusung oleh koalisi partai-partai, sehingga masing-masing partai meminta porsi
• Kooptensi birokrasi oleh parpol
• Shadow government
• Kapitalisasi politik dan ekonomi
 Yang perlu diperbaiki / dirombak adalah SDM / orang-orang yang ada dalam kelembagaan tersebut.
Ketika pembangunan politik tidak berjalan lancer, maka dampak bagi pembangunan di sector perekonomian adalah :
• Pengeluaran negara (public spending) hanya untuk kalangan tertentu saja, yang dalam hal ini adalah kalangan elit saja.
• Gagal melayani publik utamanya melayani rakyat miskin
• Kualitas pelayanan public bagi rakyat miskin kalaupun ada sangatlah buruk dan tidak optimal
• Ketimpangan atau jurang pemisah antara kaya dan miskin semakin tinggi
• Kekayaan negara tidak dinikmati oleh bangsanya sendiri
Sedangkan prediksi dari Prof Eko akan keadaan bangsa Indonesia pasca pemilu 2009 adalah :
• Kualitas demokrasi hanya berjalan di tempat / stagnan malah cenderung turun, karena tidak berjalannnya fungsi elemen-elemen perpolitikan
• Pemilu 2009 hanya akan milik partai-partai besar dan partai lama, seperti PDIP, Golkar, PPP, PAN, PKB, PKS, dan Partai Demokrat. Dan mungkin yang perlu diperhitungkan juga adalah Partai Gerindra.
• Parliamentary Treeshould yang mematok 2,5 % suara bagi partai yang ingin masuk ke parlemen akan menyingkirkan partai-partai gurem / kecil
• Yang menjadi presiden adalah elit lama.
• Koalisi permanen sulit terbentuk karena tidak ada basis / platform / idiologi yang jelas dari parpol-parpol peserta pemilu
• Banyaknya parpol yang mendukung presiden terpilih menyebabkan arisan tender
• Pasca pemilu 2009, tidak akan menghasilkan perubahan yang radikal.

1 komentar:

http://rolicaview.blogspot.com mengatakan...

indonesia mengalamai banyak perubahan terhadap sistem pemerintahan, sehingga kemajuan semakin pesat. dengan berlandaskan IMan dan Taqwa, serta kepatuhan terhadap UUD 1945 and sesuai dengan SUMPAH JANJI PARA PEJABAT tidak diharapkan lagi tetapi diharuskan sesuai dengan UCAPAN seorang warga negara indonesia. jangan suka obral janji. apalagi obral celana bekas. MERDEKA NEGARAKU. indonesia.....................MAJULAH INDONESIA.MERDEKA............................